Sumber: IG Pemkab Tuban


PC PMII TUBAN - Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PC PMII) Tuban menyampaikan penyesalan mendalam atas penggunaan batik bermotif Mataram, khususnya motif parang, dalam prosesi sakral Siraman Waranggono di Pemandian Bektiharjo, Tuban, Jawa Timur, Rabu (10/12/2025).

Menurut PC PMII, persoalan ini bukan sekadar terkait pilihan busana atau aspek estetika semata, tetapi menyentuh ranah yang jauh lebih substansial, yakni kepekaan terhadap memori sejarah dan identitas kultural masyarakat Tuban. Motif parang yang berakar pada masa Kesultanan Mataram dikenal luas sebagai simbol kekuatan, otoritas, dan dominasi kekuasaan.

Dalam konteks Tuban, penggunaan motif tersebut dinilai kontraproduktif dan tidak selaras dengan nilai-nilai lokal. PC PMII menegaskan bahwa pemilihan batik Mataram dapat menimbulkan kesan abai terhadap pengalaman historis masyarakat Tuban, terutama mengingat kota ini pernah mengalami penaklukan oleh Mataram pada tahun 1619. Peristiwa itu merupakan salah satu babak paling tragis dan penuh tekanan bagi masyarakat pesisir utara Jawa, ketika Tuban sebuah pelabuhan kuat dan mandiri dipaksa tunduk dalam ekspansi militer Sultan Agung.

“Ritual Siraman Waranggono merupakan ruang sakral, simbol kehormatan, sekaligus representasi jati diri seni tradisi Tuban. Terlebih, ritual ini sempat mati suri selama kurang lebih enam tahun sebelum akhirnya kembali digelar. Penggunaan batik motif parang yang secara historis identik dengan hegemoni Mataram sangat kami sesalkan. Ini jelas tidak mencerminkan karakter budaya Tuban dan berpotensi menciderai nilai simbolik prosesi tersebut,” tegas Ketua PC PMII Tuban.

PC PMII Tuban menekankan perlunya evaluasi menyeluruh dari penyelenggara, khususnya Kepala Dinas Kebudayaan, Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata Kabupaten Tuban, terkait pemilihan simbol budaya, unsur estetika, serta narasi yang dibangun dalam setiap prosesi adat. Menurut PC PMII, aspek-aspek tersebut harus ditata dengan cermat agar tidak mengaburkan identitas asli yang selama ini menjadi kebanggaan masyarakat Tuban.

PC PMII Tuban berharap agar upaya pelestarian budaya di daerah ini dilakukan dengan ketelitian historis, kepekaan sosial, dan keberpihakan yang kuat pada identitas lokal, sehingga nilai-nilai warisan leluhur dapat tetap berdiri kokoh tanpa tercampur simbol-simbol yang bertentangan dengan memori kolektif masyarakat.

Lebih jauh, PC PMII menegaskan bahwa kritik yang disampaikan bukan untuk memperkeruh suasana, melainkan sebagai bahan evaluasi konstruktif. Harapannya, setiap penyelenggaraan ritual budaya di Tuban ke depan dapat berlangsung dengan penuh kesadaran sejarah, penghormatan terhadap leluhur, serta konsistensi terhadap nilai-nilai lokal yang menjadi jati diri masyarakat Tuban.