Nasib Pedagang Kaki Lima (PKL) Pasca Relokasi Alun-Alun : Janji yang Tak Kunjung Ditepati. (FOTO: PMII TUBAN).


"Pemerintah yang buta pada jeritan rakyat akan dipaksa melihat suara perlawanan yang tak bisa dibungkam."


PC PMII TUBAN - Sejak akhir tahun 2024, Pemerintah Kabupaten Tuban melakukan relokasi pedagang kaki lima (PKL) dari kawasan Alun-Alun Tuban dengan alasan penataan ruang kota. Kebijakan yang sangat tidak berpihak terhadap PKL tersebut terlegitimasi melalui Surat Pemberitahuan Larangan Pedagang Kaki Lima (PKL) Berjualan Di Kawasan Alun-Alun Yang Meliputi Jalan Veteran, Jalan RM. Soeryo, Jalan Kartini, dan Jalan Sunan Bonang yang dikeluarkan oleh Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah dan Perdagangan (Diskopumdag) Kabupaten Tuban pada 30 Desember 2024.

Larangan tersebut mengacu pada Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten Tuban nomor 11 tahun 2018 tentang penataan PKL pada Pasal 27 ayat 1 huruf a yang berbunyi : PKL dilarang melakukan usahanya di ruang umum yang tidak ditetapkan untuk lokasi PKL.

Namun, langkah yang semestinya dilakukan dengan memperhatikan aspek perlindungan, pemberdayaan, dan keberlangsungan usaha justru menimbulkan persoalan baru. Hingga saat ini, para PKL belum memperoleh kepastian lokasi berjualan yang layak, bantuan modal, maupun kebijakan nyata yang menjamin keberlangsungan usaha mereka.

Dalam berbagai pertemuan, janji-janji yang disampaikan PEMKAB Tuban tidak kunjung terealisasi. Pada 27 Desember 2024 sebelum direlokasi, perwakilan PKL menemui Bupati Tuban, Bapak Aditya Halindra Faridzky, di GOR Rangga Jaya Anoraga, hasil dari diskusi tersebut adalah arahan agar PKL mencoba lokasi baru selama dua bulan, dengan janji evaluasi kebijakan jika omset tidak tercapai.

Namun setelah dua bulan berjalan, tepatnya Februari 2025, OPD terkait (Diskopumdag) hanya mengumpulkan data omzet PKL melalui kuisioner tanpa memberikan solusi maupun bantuan, padahal saat itu situasi PKL sudah sangat memprihatinkan, banyak PKL yang terpaksa harus gulung tikar hingga beralih mencari pekerjaan lain demi memenuhi kebutuhan hidup.

Upaya dialog terus berlanjut. Pada April 2025, perwakilan PKL kembali menemui Bupati Tuban yang berjanji akan membahas persoalan ini dengan dinas terkait, tetapi hasilnya nihil.

Pada 4 Juni 2025 malam, pertemuan dengan Bupati Tuban di Fitness Tridharma kembali menghasilkan janji bahwa PKL akan difasilitasi untuk berdagang ketika ada acara di Alun-Alun, namun kemudian dibatalkan dengan alasan kawasan tersebut steril.

Bahkan pada 5 Juni 2025 siang, janji serupa kembali diucapkan saat kunjungan di Pasar Sore, tetapi tidak terlaksana pada acara besar Haul Sunan Bonang 2025. 

OPD terkait hanya menyelenggarakan pelatihan, administrasi perizinan dan menebar janji tanpa menyentuh kebutuhan nyata para pedagang. Kondisi ini menimbulkan kekecewaan mendalam. Para PKL terabaikan, padahal kehidupan mereka bergantung penuh pada aktivitas berjualan. Alih-alih mendapatkan perlindungan, mereka justru kehilangan mata pencaharian akibat kebijakan yang tidak konsisten dan tidak berpihak.

Para PKL terpaksa harus mengasong ke alun-alun karena berbenturan dengan kebutuhan hidup yang harus terus berjalan disaat situasi usaha yang semakin mencekik tanpa ada kepastian dan uluran tangan dari Pemerintah, justru langkah keterpaksaan tersebut disambut dengan upaya-upaya penertiban yang tidak sama sekali berorientasi pada hati nurani. 

Berkali-kali PKL yang diketahui nekat mengasong di alun-alun ditertibkan oleh aparat, barang dagangan disita, bahkan dikejar-kejar hingga barang dagangannya jatuh berserak.

Sungguh pilu situasi tersebut telah dialami para PKL hingga saat ini terhitung sudah sembilan bulan lamanya. Tempat relokasi yang tidak strategis dan tidak tertata dengan baik dibarengi dengan pengabaian terhadap suara PKL menjadikan PKL merasa terbuang dan terpinggirkan, padahal PKL adalah salah satu tulang punggung ekonomi kerakyatan.

Upaya-upaya kebijakan pembangunan yang tidak berpihak dan tidak mempertimbangkan keberlangsungan kehidupan masyarakat kecil dan menengah ini sudah selayaknya menjadi bahan evaluasi menyeluruh PEMKAB Tuban. 

"Ubi societas ibi ius" (Dimana ada masyarakat, di situ ada hukum) menunjukkan bahwa hukum tidak boleh kaku, melainkan harus lahir dari denyut kehidupan sosial. Hukum pada hakikatnya dapat dan seharusnya berubah mengikuti perkembangan kebutuhan masyarakat, sebab regulasi yang tidak relevan dengan realitas akan kehilangan legitimasi dan daya mengikatnya.

Dalam kasus relokasi PKL dari Alun-Alun Tuban, adagium ini menjadi cermin bahwa pembentukan dan pelaksanaan kebijakan tidak boleh semata-mata berlandaskan pada kepentingan penataan ruang kota, tetapi harus mempertimbangkan kondisi riil para pedagang yang menggantungkan hidup dari akses ruang publik tersebut.

Jika hukum disusun tanpa memperhatikan situasi masyarakat, maka ia gagal menjalankan fungsinya sebagai instrumen keadilan sosial. Oleh karena itu, kebijakan relokasi seharusnya disertai perubahan atau penyesuaian aturan yang berpihak pada PKL, dengan menempatkan mereka sebagai bagian integral dari masyarakat yang hak-haknya dilindungi.

Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 ayat (2) menegaskan hak setiap warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah mewajibkan pemerintah daerah melindungi serta memberdayakan masyarakat, termasuk pelaku usaha kecil. Lebih khusus, Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2012 tentang Koordinasi Penataan dan Pemberdayaan PKL mengamanatkan kewajiban daerah menyediakan lokasi usaha yang layak. Selain itu, PERDA Kabupaten Tuban Nomor 11 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pemberdayaan UMKM menegaskan peran strategis pemerintah daerah dalam mendukung keberlanjutan UMKM, termasuk PKL.

Data Diskopumdag Kabupaten Tuban mencatat bahwa pada tahun 2023 terdapat lebih dari 220 ribu pelaku UMKM, dengan kontribusi signifikan terhadap perekonomian daerah. PKL merupakan bagian vital dari kelompok ini karena menyediakan akses ekonomi bagi masyarakat kecil, membuka lapangan kerja, dan menjaga perputaran ekonomi rakyat. Mengabaikan PKL sama saja melumpuhkan denyut ekonomi kerakyatan Kabupaten Tuban.

PKL bukan sekadar objek penataan, melainkan subjek pembangunan ekonomi daerah. Pemerintah Daerah harus hadir dengan solusi nyata, bukan sekadar wacana, agar keberlangsungan ekonomi rakyat yang adil dan berpihak pada kepentingan masyarakat kecil dan marginal.

Berdasarkan kondisi yang sangat pelik dan memprihatinkan tersebut, kami Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PC. PMII) Kabupaten Tuban menuntut :

1. PEMKAB Tuban segera mengambil langkah konkret untuk kembali merelokasi kembali PKL ke Alun-alun Tuban dengan penataan ruang yang strategis dan berpihak pada PKL dalam kurun waktu 3X24 Jam ;

2. PEMKAB Tuban mengkaji kembali kebijakan-kebijakan yang mengatur terkait penataan ruang publik dan pemberdayaan PKL dengan melibatkan unsur-unsur masyarakat yang terdampak, terkhusus PKL dengan orientasi perlindungan, pemberdayaan, dan keberlangsungan ekonomi kerakyatan yang berkelanjutan ;

3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Tuban untuk segera mengeluarkan rekomendasi resmi tertulis kepada PEMKAB Tuban, terkhusus Bupati agar relokasi tidak dilakukan secara sewenang-wenang, serta mendesak adanya tinjauan ulang kebijakan relokasi yang sangat merugikan masyarakat kecil terkhusus PKL, tidak sesuai aspirasi masyarakat, dan tidak didukung kajian sosial-ekonomi yang matang dan berkelanjutan ;

4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Tuban untuk menginisiasi adanya kebijakan turunan yang menjamin PKL di seluruh wilayah Kabupaten Tuban mendapat lokasi usaha yang layak, strategis, dan mendukung keberlanjutan ekonomi kerakyatan yang berkembang dan berkeadilan.


Keterangan: Tulisan dan tuntutan ini disampaikan oleh PC PMII Tuban ketika hearing bersama PKL dengan DPRD Tuban dan Pejabat Pemkab Tuban pada 24 September 2025 di ruang rapat Paripurna DPRD Kabupaten Tuban.