![]() |
Polres Tuban Lelet dalam Penanganan Kasus Kekerasan Seksual. (Foto: PMII Tuban) |
PC PMII TUBAN - Pengurus Cabang (PC) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) mendesak Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPA) Satuan Reserse Kriminal (Sat Reskrim) Polres Tuban melaksanakan amanat penegakan hukum kasus dugaan kekerasan seksual terhadap anak yang terjadi di Kecamatan Parengan beberapa waktu lalu.
Berdasarkan data yang diperoleh oleh PC PMII Tuban, Seorang ibu berinisal S telah melaporkan mantan suaminya yang berinisal PH atas dugaan kekerasan seksual terhadap anak kandungnya (korban) yang berusia 15 tahun sejak Kamis, 6 Maret 2025 ke UPPA Sat Reskrim Polres Tuban. PH diduga telah memperkosa anak kandungnya sendiri berulang kali sejak 2024 hingga awal Maret 2025 di rumah korban.
Aksi PH terhadap anaknya sendiri terkuak setelah korban yang masih kelas 3 SMP bercerita kepada neneknya. S mengatakan, sejak bercerai dengan PH setahun yang lalu, dirinya bekerja mencari nafkah di Surabaya untuk dua anaknya. Adapun korban dan adiknya tinggal bersama ayah kandungnya. Rumah tinggalnya berdampingan dengan rumah neneknya atau orang tua S. Korban sempat kabur dari rumah setelah dipaksa PH untuk melayani nafsunya dengan ancaman saat hari kedua puasa, sampai akhirnya pulang kembali ke rumah neneknya.
Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Tuban, Ipda Febri Bachtiar Irawan membenarkan terkait laporan dugaan tindakan kekerasan seksual terhadap anak tersebut. Menurutnya, kasus yang dilaporkan tersebut sudah ditangani. Kini proses pembuktian juga sudah dilakukan. Saat ini, pihaknya sedang melakukan proses pencarian terduga pelaku.
Ahmad Wafa Amrillah, Ketua Cabang PMII Kabupaten Tuban menilai Kaburnya terduga pelaku setelah sekitar 2 minggu dilaporkan dalam kasus ini menjadi buah kelam dari lambatnya proses penyelidikan yang dilaksanakan oleh UPPA Sat Reskrim Polres Tuban. Mengingat relasi antara korban dan terduga pelaku adalah anak dan ayah kandung yang mana sangat rawan intimidasi yang mengancam keselamatan korban, tentu sudah seharusnya kepolisian segera melaksanakan proses penyelidikan dan memberikan perlindungan sementara sejak paling lambat 1 X 24 jam setelah menerima laporan sebagaimana diatur dalam Pasal 42 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
"Sudah seharusnya kepolisian segera melakukan proses penangkapan pelaku sejak menerima laporan tersebut". Ujar Wafa pada Rabu, 16/04/2025.
Ironisnya, sampai dalam jangka waktu 2 minggu pasca laporan diterima, tidak dilakukan penangkapan terhadap pelaku hingga memberikan ruang yang seluas-luasnya untuk pelaku melarikan diri hingga saat ini tidak diketahui keberadaannya.
"Kelalaian yang berujung keterlambatan jaminan kepastian hukum terhadap korban kekerasan seksual ini menunjukkan bahwa UPPA Sat Reskrim Polres Tuban tidak serius dalam melaksanakan perlindungan dan penegakan hukum terhadap kasus kekerasan seksual di Kabupaten Tuban" ungkap wafa.
Wafa sangat menyayangkan fakta pahit terkait mangkraknya kasus kekerasan seksual terhadap anak ini masih mewarnai kiprah Kabupaten Tuban yang telah menyandang predikat Kabupaten Layak Anak. Ia Menilai Perlindungan hak-hak korban kekerasan seksual pun tidak menjadi prioritas UPPA Reskrim Polres Tuban.
"Ini sangat mencederai kinerja Polres Tuban sebagai garda depan dalam penegakan hukum". ujarnya.
Wafa menekankan dengan adanya fakta memilukan tersebut harus menjadi cambuk bagi Polres Tuban terhadap penegakan hukum dan implementasi indikator kabupaten layak anak dengan mengedepankan kepentingan terbaik bagi korban dan berorientasi pada perlindungan anak serta penegakan hukum yang seadil-adilnya.
"Kami mendesak UPPA Polres Tuban agar bekerja cepat dalam menangkap pelaku kekerasan seksual terhadap anak di Kecamatan Parengan tersebut dan melaksanakan proses hukum secara efektif berdasarkan Undang-Undang yang berlaku". Tegas Wafa.
0Komentar