![]() |
Manifestasi Kesetaraan Gender dalam Merajut Romantisme Pergerakan. (Foto: PMII Tuban) |
PC PMII TUBAN - Paradigma yang terbentuk ketika mendengar kata ‘’Gender’’ dalam setiap forum pergerakan yang tercipta selalu lekat dengan istilah ketimpangan, ketidaksetaraan, ketidakadilan, dan diskriminasi terhadap perempuan. Bahkan, isu-isu gender lazim dilegitimasikan secara de facto menjadi kewenangan kader putri, dalam hal ini Korps PMII Putri (KOPRI). Mengapa hal tersebut dapat terjadi? seakan-akan ketika kata "Gender" dideklarasikan akan menjadi kontestasi bagi kader putri untuk protes, menyuarakan tuntutan-tuntutan tidak masuk akal sebagai wujud penghakiman terhadap budaya dan kontruksi sosial yang secara normatif diyakini sebagai kodrat perempuan.
Perlu kita pahami bersama, kata kodrat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai ‘’kekuasaan Tuhan’’ yang dapat kita maknai bahwasanya kodrat adalah segala sesuatu yang melekat atas kekuasaan Tuhan dan tidak dapat diubah.
Sedangkan menurut istilah, gender adalah perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan yang dibentuk berdasarkan kontruksi sosial. Artinya, kata kodrat adalah lebih melekat terhadap perbedaan secara biologis, sedangkan gender jelas mengerucut pada konteks peran dan perilaku yang membedakan antara maskulinitas dan femininitas. Menilik dari definisi tersebut, secara gamblang disebutkan bahwa ‘’Gender’’ adalah isu universal yang subjek utamanya adalah laki-laki dan perempuan.
Kesetaraan gender (gender equality) merupakan konsep yang dikembangkan dengan mengacu pada dua instrumen internasional yang mendasar, dalam hal ini yakni Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW).
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa semua manusia dilahirkan bebas dan sama. Dengan merujuk pada CEDAW mencantumkan istilah "hak yang sama untuk laki-laki dan perempuan" dan "kesetaraan hak laki-laki dan perempuan". Konsep kesetaraan gender merujuk pada kesetaraan penuh laki-laki dan perempuan untuk menikmati rangkaian lengkap hak-hak politik, ekonomi, sosial dan budaya. Konsep ini juga merujuk pada situasi dimana tidak ada individu yang dibatasi aksesnya atas hak-hak tersebut, atau dirampasnya hak-hak tersebut dari mereka, karena jenis kelamin yang melekat pada dirinya.
Meskipun telah menjadi isu nasional maupun internasional, bahkan telah dilegitimasikan dalam konstitusi, pemahaman terkait kesetaraan gender masih banyak menjadi formalitas edukasi belaka. Bias gender menjadi hal yang langgeng dan dilazimkan, bahkan dalam lingkungan yang tingkat edukasi dan pemahaman gendernya tinggi.
Dalam ajaran islam, laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan dan kesempatan yang sama dalam kehidupan bermasyarakat. Prinsip tauhid merupakan prinsip utama yang mengukuhkan bahwa di jagat raya ini tidak ada yang lebih berkuasa selain Allah SWT. Eksistensi keagungan-Nya tidak memerlukan pemaknaan teoritis, tetapi lebih pada kerangka kemanusiaan. Pemaknaan tauhid yang sejati mengandung gagasan tentang pembebasan manusia dari segala bentuk perendahan (subordinasi), diskriminasi dan penindasan atas martabatnya sebagai manusia.
Pada sisi lain, secara teologis hal ini menunjukkan bahwa manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang terhormat dengan konsekuensi keharusan manusia memandang sesamanya sebagai makhluk yang mandiri, bebas dan dalam posisi yang sama, setara serta diperlakukan adil.
Nilai-nilai keislaman yang melekat pada setiap jiwa kader pergerakan menjadi modal awal dalam terimplementasinya kesetaraan gender sebagai falsafah bahtera kaderisasi.
Kesinambungan peran antara kader putra dan putri dapat menjadi kekuatan dalam mengarungi jejak peliknya perjuangan. Romansa dalam setiap forum pergerakan yang tercipta dengan mengedepankan kesetaraan gender dapat melahirkan gagasan-gagasan yang cemerlang sebagai cikal bakal aksi konkret yang akan dilaksanakan. Manifestasi kesetaraan gender menjadi hal yang harus selalu digaungkan dan disakralkan dalam setiap setapak jiwa kader pergerakan. Aktualisasi kesetaraan gender menjadi marwah dalam rumah pergerakan kita bersama, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia.
Penulis: Che Che Nur' Aeni (Koor. Biro Kajian Pengembangan Intelektual dan Eksplorasi Teknologi PC PMII Tuban)
0Komentar